Aula Universitas Kyoto dipenuhi para Fisikawan. Suasana hening saat Stephen Hawking, sang mahaguru fisika asal Inggris, sedang memberikan ceramah. Hawking menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk dengan spontan akibat fluktuasi quantum.
Mendengar uraian Hawking semua orang terdiam, tapi tidak dengan Freddy. Ia justru mempertanyakan pendapat Hawking dan meminta buktinya, karena menurutnya alam semesta ini ada yang menciptakan. Ternyata Hawking hanya diam, tidak dapat menjawab. “Audiens yang lain sih diam aja, mereka kan nggak peduli dengan agama,” ujar pria kelahiran Pangkalpinang, 1 Maret 1961 ini.
Freddy memang selalu mengaitkan fisika dengan agama. Agama dan fisika, kata Freddy tidak bisa dipisahkan sama sekali, kalau dipisahkan pasti keliru.
Suka Fisika
Kecintaan Freddy kepada fisika tumbuh sejak kecil. Ketika itu orangtuanya sering memberikan buku-buku cerita mengenai para tokoh dunia, di antaranya Einstein, dan BJ. Habibi, yang saat itu terkenal dengan prestasinya dibidang teknologi pesawat terbang. Para tokoh itu membuat Freddy tertarik dengan fisika sehingga di sekolah menjadi pelajaran favoritnya.
Ketika kelas tiga SMA, ia dan keluarganya pindah ke Jogjakarta. Di kota ini ketertarikan Freddy kepada dunia fisika semakin menjadi. Setiap pulang sekolah Freddy selalu menyempatkan diri mampir ke toko buku loakan. Buku yang paling sering ia cari adalah buku fisika.
Karena ketertarikannya pada fisika, ketika mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, Freddy memilih jurusan fisika di tiga universitas berbeda. “Kalau tidak lulus tiga-tiganya, ya sudah saya nggak kuliah,” ujar anak dari pasangan M. Yusuf Zen dan Sumarsilah ini enteng. Tapi lalu ia diterima di ITB. Impiannya untuk belajar fisika dengan lebih dalam pun tercapai.
Menginjak tahun kedua, Freddy memutuskan untuk menikah dengan Rini S. Somad. Setahun kemudian ia dikarunia anak pertama, Andalucya S. Zen. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya ia memberikan les privat.
Ia lulus S1 tahun 1985 dengan lancar. “Saat itu saya sering menatap wajah anak saya, kehadirannya semakin mendorong saya belajar sungguh-sungguh agar lulus cepat,” kenangnya. Ia melanjutkan ke jenjang S2, masih di ITB dan lulus tiga tahun kemudian, dengan tesis Open Bosonic String Theories and the Desceription of the Particles.
Tak lama setelah menyabet gelar S2-nya, Freddy ditawari beasiswa S3 ke Jepang. Tanpa pikir panjang ia ambil kesempatan emas itu. Tiba di negeri Sakura, Freddy malah ditawari untuk mengambil S2 lagi. Karena ingin belajar dan melakukan penelitian lebih lama, ia pun kembali mengambil S2 fisika di Hiroshima University.
Ada satu pengalaman menarik ketika ia pertama kali bertemu dengan supervisiornya, Prof. Kazuo Fujikawa. Awal bertemu sang profesor tidak begitu yakin dengan kemampuan dan keseriusan Freddy, alasannya karena ia dari Indonesia, dan seorang Muslim. “Orang Indonesia memang dipandang sebelah mata dalam ilmu pengetahuan, apalagi fisika teori,” ujar mantan ketua Indonesian Student Association in Japan ini.
Di pertemun pertamanya itu sang profesor memberikan tugas kepada Freddy. Ia pun mengerjakan tugasnya dengan baik. Setelah itu barulah sang profesor mempercayai kemampuan dan keseriusan Freddy.
Tahun 1991 ayah dua anak ini menyelesaikan S2-nya, lalu melanjutkan ke jenjang S3 di universitas yang sama. Ia lulus tiga tahun kemudian dengan disertasi Gravitasional Scattering in (2+1)-Dimensional Quantum Gravity.
Menurut Freddy, saat menyampaikan pelajaran fisika ia berusaha menarik perhatian. Hal ini agar para pelajar dan para pengajar pun dapat mengajar fisika dengan metode yang menyenangkan pula. Harapannya fisika menjadi ilmu yang banyak diminati dan mudah dipelajari.
Kepada anak-anaknya ia juga sering menggunakan pendekatan fisika dalam mengenalkan Allah SWT. Misalnya, ia menjelaskan mengenai bagaimana pohon tumbuh, sementara manusia hanya menyiramnya, tapi kemudian pohon itu dapat tumbuh dengan bagus, padahal manusia tidak pernah mengatur bentuknya, yang mengatur itu Allah. “Anak-anak justru lebih mudah menerima yang seperti itu.”
Yang menarik, walaupun Freddy sangat menggilai fisika, tapi dari kedua anaknya, tidak ada satupun yang memilih dunia fisika. Oleh karena itu, ia berpesan pada anak-anaknya agar mereka minimal menyumbang satu orang cucu yang memilih fisika. “Karena saya punya buku-buku fisika banyak, sayang kalau tidak ada yang meneruskan,” ujar anak kelima dari sembilan bersaudara ini.
Fisikawan Sarat Prestasi
Freddy adalah fisikawan langka di Indonesia. Ia konsisten menggeluti fisika dan melakukan penelitian-penelitian. Tak heran jika ia telah menulis sekitar seratus artikel mengenai fisika teori yang dimuat di berbagai jurnal internasional.
Ia juga telah menulis dua buah buku mengenai fisika teori, Selected Topics in Theoretical Physics: Two Dimensional Quantum Gravity and Conformal Field Theory dan Superstring Theory, D-Brane and Cosmology.
Karena prestasinya dibidang fisika teori, Freddy telah mendapatkan beberapa penghargaan, di antaranya Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada tahun 2003, Science Research and Innovation Award dari Universitas Putra Malaysia tahun 2005 dan Habibie Award pada tahun 2006.
Tahun 1991 ayah dua anak ini menyelesaikan S2-nya, lalu melanjutkan ke jenjang S3 di universitas yang sama. Ia lulus tiga tahun kemudian dengan disertasi Gravitasional Scattering in (2+1)-Dimensional Quantum Gravity.
Menurut Freddy, saat menyampaikan pelajaran fisika ia berusaha menarik perhatian. Hal ini agar para pelajar dan para pengajar pun dapat mengajar fisika dengan metode yang menyenangkan pula. Harapannya fisika menjadi ilmu yang banyak diminati dan mudah dipelajari.
Kepada anak-anaknya ia juga sering menggunakan pendekatan fisika dalam mengenalkan Allah SWT. Misalnya, ia menjelaskan mengenai bagaimana pohon tumbuh, sementara manusia hanya menyiramnya, tapi kemudian pohon itu dapat tumbuh dengan bagus, padahal manusia tidak pernah mengatur bentuknya, yang mengatur itu Allah. “Anak-anak justru lebih mudah menerima yang seperti itu.”
Yang menarik, walaupun Freddy sangat menggilai fisika, tapi dari kedua anaknya, tidak ada satupun yang memilih dunia fisika. Oleh karena itu, ia berpesan pada anak-anaknya agar mereka minimal menyumbang satu orang cucu yang memilih fisika. “Karena saya punya buku-buku fisika banyak, sayang kalau tidak ada yang meneruskan,” ujar anak kelima dari sembilan bersaudara ini.
Fisikawan Sarat Prestasi
Freddy adalah fisikawan langka di Indonesia. Ia konsisten menggeluti fisika dan melakukan penelitian-penelitian. Tak heran jika ia telah menulis sekitar seratus artikel mengenai fisika teori yang dimuat di berbagai jurnal internasional.
Ia juga telah menulis dua buah buku mengenai fisika teori, Selected Topics in Theoretical Physics: Two Dimensional Quantum Gravity and Conformal Field Theory dan Superstring Theory, D-Brane and Cosmology.
Karena prestasinya dibidang fisika teori, Freddy telah mendapatkan beberapa penghargaan, di antaranya Satyalancana Wira Karya dari Presiden RI pada tahun 2003, Science Research and Innovation Award dari Universitas Putra Malaysia tahun 2005 dan Habibie Award pada tahun 2006.
Menurut Freddy, semua prestasi yang telah ia raih bukanlah semata hasil kerja kerasnya. Banyak pihak lain yang sangat berperan, di antaranya orang tua dan guru-gurunya, karena menurutnya, tanpa mereka kita tidak bisa apa-ap. “Karena saya Muslim dari awal saya percaya bahwa ini semua kehendak Allah,” tegas Freddy yang kini mengabdi di almamaternya, Departemen Fisika ITB.
Makin Percaya Allah
Menurut Freddy, dengan mempelajari fisika lebih dalam ia semakin mempercayai keberadaan Allah. Misalnya, penemuan chip komputer. Menurutnya, teknologi itu harus benar-benar dengan ukurannya, harus persis, sedikit saja berbeda nggak jadi. Dan itu sesuai dengan ayat yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan ukuran dan timbangannya.
Selain itu menurut Freddy, hal-hal rumit di dunia tidak mungkin ada dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakan, dan yang menciptakan itu harus yang Mahapintar. Orang bikin robot yang menyerupai manusia, kata Freddy, sudah dikagumi. Ini yang menciptakan manusianya, harusnya jauh lebih dikagumi.
Oleh karena itu, kepada mahasiswanya ia mengarahkan agar dengan mempelajari fisika mereka lebih dekat dengan Tuhannya. Itu sudah kewajiban saya, kata Freddy. Justru kalau belajar fisika tidak dikaitkan dengan agama itu salah. “Dampaknya orang bisa jadi atheis,” tegas mantan Asisten Deputi di Departemen Riset dan Teknologi ini.
Dalam mempelajari fisika, Freddy mempunyai prinsip, kalau penemuan fisika itu bertentangan dengan al-Qur’an, maka itu pasti salah.
Sekalipun Freddy hobi fisika, tapi idolanya bukan Einstein, Hawking, Newton, atau para fisikawan hebat lainnya. “Idola saya Nabi Muhammad SAW, kalau tokoh fisika semuanya sama saja, mereka manusia biasa, pasti punya salah juga,” ujar lelaki murah senyum ini.
Ke depan ia bercita-cita mendirikan sebuah lembaga penelitian dibidang fisika meski sulit diwujudkan. “Sekarang ini, negara kurang peduli terhadap ilmu,” kata anggota Group Fisikawan Teoritis Indonesia ini beralasan. *Dwi Budiman/Suara Hidayatullah PEBRUARI 2008
Makin Percaya Allah
Menurut Freddy, dengan mempelajari fisika lebih dalam ia semakin mempercayai keberadaan Allah. Misalnya, penemuan chip komputer. Menurutnya, teknologi itu harus benar-benar dengan ukurannya, harus persis, sedikit saja berbeda nggak jadi. Dan itu sesuai dengan ayat yang menyatakan bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan ukuran dan timbangannya.
Selain itu menurut Freddy, hal-hal rumit di dunia tidak mungkin ada dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakan, dan yang menciptakan itu harus yang Mahapintar. Orang bikin robot yang menyerupai manusia, kata Freddy, sudah dikagumi. Ini yang menciptakan manusianya, harusnya jauh lebih dikagumi.
Oleh karena itu, kepada mahasiswanya ia mengarahkan agar dengan mempelajari fisika mereka lebih dekat dengan Tuhannya. Itu sudah kewajiban saya, kata Freddy. Justru kalau belajar fisika tidak dikaitkan dengan agama itu salah. “Dampaknya orang bisa jadi atheis,” tegas mantan Asisten Deputi di Departemen Riset dan Teknologi ini.
Dalam mempelajari fisika, Freddy mempunyai prinsip, kalau penemuan fisika itu bertentangan dengan al-Qur’an, maka itu pasti salah.
Sekalipun Freddy hobi fisika, tapi idolanya bukan Einstein, Hawking, Newton, atau para fisikawan hebat lainnya. “Idola saya Nabi Muhammad SAW, kalau tokoh fisika semuanya sama saja, mereka manusia biasa, pasti punya salah juga,” ujar lelaki murah senyum ini.
Ke depan ia bercita-cita mendirikan sebuah lembaga penelitian dibidang fisika meski sulit diwujudkan. “Sekarang ini, negara kurang peduli terhadap ilmu,” kata anggota Group Fisikawan Teoritis Indonesia ini beralasan. *Dwi Budiman/Suara Hidayatullah PEBRUARI 2008