Logo BPPT
Logo BPPT (sumber: JG Photo)
Jakarta - Indonesia memiliki sekitar 35-40 titik dari 160 titik yang memiliki potensi kecepatan rata-rata per tahun di atas 5 meter per detik. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan energi terbarukan. Untuk itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) menjalankan proyek Wind Hybrid Power Generation (WHyPGen) Market Development Intiatives.

Proyek hibah yang didanai oleh Global Environmental Facility (GEF) ini bertujuan mendorong komersialisasi pembangkit listrik hibrid on-grid berbasis energi angin.
Hibrid dapat diimplementasikan antara pembangkit listrik tenaga angin atau bayu dengan diesel, mikrohidro, surya, biomas, atau pun EBT lainnya.
Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar mengatakan, cadangan energi fosil yang semakin menipis membuat Indonesia yang dulunya mengekspor energi kini menjadi negara pengimpor energi. Diperkirakan tahun 2030 konsumsi minyak akan naik 3 kali lipat.
"Jika tahun 2030 tidak ada perubahan pola kebijakan subsidi, maka subsidi untuk minyak akan mencapai Rp 3000 triliun," katanya di Jakarta, Selasa (14/5) di sela MoU antara WHyGen dan beberapa mitra dalam rangkaian kegiatan WHyPGen Project Board Meeting.
Dalam pelaksanaannya, proyek WHyPGen BPPT tidak berjalan sendirian. Sejumlah mitra, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) serta Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia turut dilibatkan sebagai anggota dari Project Board untuk proyek ini.
Marzan menambahkan target utama proyek WHyPGen yang sudah dimulai tahun 2012 dan berlangsung hingga 2015 adalah pembangkit listrik berbasis energi listrik berbasis teknologi WHyPGen sebesar 18,115 GWh setara dengan pengurangan emisi CO2 sebesar 16.050 metric ton dari aplikasi terpasang 9,4 Megawatt (MW).
"Saat ini WHyPGen telah memetakan potensi energi angin di 8 lokasi yang terdapat di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Banten, Yogyakarta, Jawa Barat dan Bali. Teridentifikasi NTT memiliki potensi angin yang cukup bagus dengan kapasitas 50 MW dan Banten 100 MW," paparnya.
Ia pun berharap adanya kegiatan WHyPGen bisa menggenjot pemanfaatan energi angin yang saat ini tergolong lambat. Pembangkit listrik bertenaga angin yang baru dimanfaatkan hanya 2 MW, itu pun hanya hasil uji coba penelitian.
CEO PT Viron Energy Poempida Hidayatullah berharap agar pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia tidak dikuasai asing.
Ia pun mengungkapkan segera adanya feed in tariff sehingga investor tertarik. Feed in tariff ini pun harus bisa terjangkau oleh konsumen dalam negeri.